Di
antara kita mungkin masih asing dengan istilah zuhud. Atau kita sudah sering
dan akrab dengan istilah ini, tapi salah memberikan pengertian. Karena jamaknya
ketidakfahaman terhadap apa itu zuhud, sampai-sampai kita sering mendapati “zuhud”
menjadi bahan satire atau sindiran. Kalau ada orang yang nampak kumal,
acak-acakan, tidak menjaga penampilan, biasanya ada celetukan, “Ahli Zuhud..!”.
Memang
sebagian orang yang tidak faham, menilai zuhud dengan penampilan. Termasuk
orang-orang yang menekuni ketaatan kepada Allah tanpa landasan ilmu, juga
sering tertipu menzuhudkan diri dengan menekuni cara berpenampilan yang serba
terbatas dan kekurangan. Padahal tidak pernah ditemukan referensi dari ulama
manapun tentang zuhud semacam itu. Pilihan berzuhud dengan menjadikan
penampilan ala orang fakir tidak pernah diajarkan.
Namun
sepertinya tidaklah berlebihan, bila kita masih khawatir sebuah laku zuhud masih
diartikan sebagai sesuatu yang sakral dan sulit ditempuh oleh manusia hari ini.
Mengingat, bayang-bayang kesengsaraan, papa, dan kefakiran itu masih melekat di
benak kita ketika menyebut kata zuhud.
Zuhud
adalah bahasa Arab yang artinya adalah berpaling dari sesuatu karena
menganggapnya remeh dan tidak bernilai. Zuhud terhadap dunia, adalah
berpalingnya hati dari kecintaan kepada dunia karena mengerti hakikat dunia
yang tidak bernilai, tidak member kemuliaan, juga tidak member kemudharatan. Zuhud
terletak pada cara seseorang memandang dunia. Dimana dunia ini telah Allah
gambarkan dalam firmannya, “Katakanlah: “kesenangan
di dunia hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang
bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.” (QS. An-Nisaa:77). Dengan
ayat tersebut, kita sudah bisa memahami keharusan bersikap zuhud pada dunia. Allah
perintahkan kita agar dunia tidak memalingkan kita dari akhirat yang lebih
kekal.
Apa yang
membuat kita berlebihan terhadap sesuatu yang sebentar lagi pasti hilang?
Jangan menjadikan dunia seolah-olah ia adalah segalanya bagi kita. Sehingga waktu
dan pikiran kita habis untuknya. Sehingga suka dukanya kita, bergantung pada
dunia.
Dasar hukum dari anjuran zuhud ini juga berdasar hadits nabi. Dari Abul Abbas sahl bin Sa’ad as-Sa’di radiyallahu anhu, ia berkata, “Yaa Rasulullah, tunjukkan padaku satu amalan yang jika aku mengamalkannya maka aku akan dicintai Allah dan dicintai manusia!”
Beliau Rasulullah bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya engkau dicintai Allah dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya engkau akan dicintai manusia.” (HR. Ibnu Majah). Maksud “zuhudlah terhadap dunia”, adalah remehkan dunia sebagaimana Allah telah memandangnya remeh. Plaingkan hati dari kesibukan memikirkannya. Maksud “zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia”, adalah jangan iri, dengki, jangan selalu ingin memiliki apa yang dimiliki orang lain. Jangan juga terlalu tunduk pada manusia karena silau dengan kekuasaan dan kekayaan. Hargai dan hormatilah manusia sepantasnya, jangan jadikan kekayaan mereka sebagai ukuran kemuliaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan kesan atau saran Anda mengenai tulisan di atas.
Sertakan identitas Anda untuk mempererat silaturrahmi :)